Senin, 24 Desember 2012

Wanita yang mencintaimu dengan bodoh


Inilah aku wanita yang mencintaimu dengan bodoh.
Yang merindumu dalam, setiap hari.
Yang menginginkanmu sampai mati.

Inilah aku wanita yang mencintaimu dengan bodoh.
Yang senyummu selalu kukagumi.
Yang tingkahmu selalu kuteliti.

Inilah aku wanita yang mencintaimu dengan bodoh.
Yang menantang duniapun, aku berani.
Tapi memandangmu cuma selalu curi-curi.

Inilah aku wanita yang mencintaimu dengan bodoh.
Bangga. Tapi terlalu takut untuk sakit lagi.
Diam. Padahal inginkan kau jadi pengisi hati.

Inilah aku wanita yang mencintaimu dengan bodoh.
Yang menunggu takdirnya dibawakan oleh Ibu Peri.
Mengharap keajaiban datang lagi.

Kepada Pria


Kau, Pria berkemeja putih.
Yang duduk menyilang kaki.
Yang menikmati secangkir kopi.
Aku, jatuh hati.

Kau, pria yang ingin namanya kuketahui.
Berbalik sebentar kea rah kiri.Aku sedang mengagumi dari sini.
Aku sudah lupa rasa perih.

Kau, pria yang kuharap tak ada yang mendampingi.
Tahukah kau berapa banyak Adam yang iri?
Tahukah kau berapa banyak Hawa yang ingin menyerahkan diri?
Aku, pecinta yang rasanya sudah mati.

Kepada Pria yang kujumpai dalam mimpi,
Yang karenamu aku mencipta sejuta puisi,
Yang nantinya akan kupersembahkan kepadamu isi bumi,
Bisakah kita saling mengenalkan diri?

Balikpapan, Dunkin Donut
28 Oktober 2012.

Di Ruang Tunggu


Beberapa baris dari arah kanan, aku seorang wanita yang memeluk lengan.

Tidak pernah terpikirkan,
aku akan berada dalam barisan.

Sejenak sempat ku acuhkan, sampai ditegur oleh sebuah tamparan.
Kulirik semua wanita yang sedang berdesakan,
Mereka menawan.

Lalu,
dicermin terpantul sebuah bayangan.
Sangat tidak mengesankan.
Aku tersadarkan.

Tidak seharusnya aku di sini.
Satu baris dengan semua bidadari.
Membentuk lini,
yang satu kali senyum, mereka bisa saja mendamaikan bumi.

Tidak semestinya aku begini.
Menunjukkan wajah yang minta dikasihani. Dari dahi sampai kaki,
tidak ada keindahan sama sekali.

Tidak.
Aku tidak pantas ikut menunggu.
Mengharap kau membagi cerita sedihmu, menyediakan bahu.
Mengharap kau ketika kupuji, tersipu malu.

Lalu,
kutinggalkan ruang tunggu itu.
Meski aku tau kejamnya rindu, sakitnya pilu,
paling tidak aku masih bertemankan waktu.
Yang akan membuat semuanya kembali seperti dulu.
Sesaat sebelum mengenalmu.

31 Oktober 2012
Ketika tersadar, tak seharusnya menunggu untuk sesuatu yang bukanlah kita arah tujuan.