Rabu, 09 April 2014

Surat Kedua Untuk Tuan Yang (akan) Berbahagia

Tuan, aku tuliskan surat lagi untukmu. Maafkan aku yang mungkin terlalu cerewet, tapi sempatkanlah untuk membacanya. Kali ini tidak aku taruh di laci, dalam buku sebagai pembatas ataupun di diary, soalnya ini udah 2014. Surat ini aku posting di blog, yang aku yakin alamatnya kau tahu karena aku yang menyuruhmu untuk mengeceknya. *Tidak tahu malu*

Untuk Tuan yang ingin kuketahui namanya,
Namaku Siti Aisyah Ayu Tamrin. Siti Aisyah adalah nama pemberian dari tanteku, istri dari kakak lelaki Ibuku. Kata beliau, dia harap kelak kepribadianku akan santun seperti Istri Rasulullah S.A.W. Aamiin. "Ayu" sendiri adalah pilihan Ayahku yang diambil oleh beliau dari bahasa jawa yang berarti "cantik". Fakta bahwa Ayahku adalah seorang bersuku bugis, pun ibuku serta seluruh handai taulan membuat aku tidak tahu bagaimana nama ini bisa sampai menjadi inspirasi untuk Ayahku. Mungkin karena itu pula, maknanya tidak benar-benar sampai. Ngg, maksudku ~ begitulah. Sedangkan Tamrin sendiri adalah nama depan Ayahku. Hal lumrah bahkan mungkin wajib untuk diberikan oleh seorang Ayah untuk nama anak mereka. Tuan, mungkin ini yang mereka bilang “kode”. Jadi, sebenarnya intinya cuma satu. Tuan, bolehkah aku tahu siapa namamu? Ingin kusertakan kelak di belakang nama anak kita.

Untuk Tuan yang ingin kuketahui rumahnya,
Alamatku saat ini di Jl. PM Noor. Aku tinggal di sebuah rumah kecil, yang dihuni oleh 5 anggota keluarga, 2 kucing, dan beberapa "penjaga rumah" yang akupun tidak tahu bagaimana bentuk "penjaga rumah" itu. Yang jelas, aku merasakan kehadirannya. Oke sebentar, aku ambil buku yasin pembagian partai yang ada gambar salah satu calon legislatif yang terakhir kuketahui telah masuk rumah sakit jiwa karena gagal. Hmm ~

....

Lanjut. Di rumah kami ini, Ayah mengelola sebuah usaha kecil-kecilan. Yah, penghasilannya cukup untuk sandang, pangan, papan, pakaian, pendidikan, serta membeli beberapa Tupperware untuk ibuku. Dan mungkin mixer, blender serta krim siang-malam. Hah. Setiap kali aku berada di luar rumah, aku selalu ingin pulang. Ingin merasakan enaknya guling-gulingan di kasur yang beberapa bulan ini tidak dipasangi seprai dengan alasan bosan memperbaikinya setiap pagi. Ingin merasakan enaknya menonton televisi dengan Ibu yang notabene selalu memilih channel gosip selebriti. Kami akan mendiskusikan kasus Farhat Abbas. Aku juga ingin merasakan membaca buku-buku yang aku taruh di rak pemberian sahabat-sahabatku ketika ulang tahunku. Bersama Ayah yang akan berbicara tentang kesehariannya dan menceritakan beberapa kekonyolan seperti, "Tadi aku facial di Salon jln Pemuda, loh." atau "Ternyata krimbat itu enak yah" sambil tersenyum dan memegang kepalanya yang minim rambut. Hah.

Namun Tuan, aku ingin tahu rumahmu. Bagaimana di sana? Bagaimana kamarmu? Aku harap di sana terlipat sebuah sajadah, sarung dan kopiah yang kamu kenakan setiap kali adzan telah berkumandang. Yang kamu akan kenakan kelak ketika aku telah menjadi makmum-mu. Dan, Tuan, aku ingin tahu rumahmu. Aku ingin kelak kita akan pulang ke rumah yang sama. Bercerita tentang kegiatan, sambil tertawa ringan mengingat kejadian-kejadian keseharian.

Untuk Tuan yang ingin kuketahui minuman kesukaannya,
Aku suka Teh hijau, Teh Tarik, dan juga Teh Kotak. Manfaat Teh hijau itu bisa dibaca di http://www.indonews.co.id/manfaat-dan-khasiat-teh-hijau-bagi-kesehatan-tubuh/. Sedangkan aku suka Teh Tarik karena setiap kali aku memesan "Paket 1" di restoran langgananku, maka Teh Tarik sudah termasuk di dalam paket tersebut. Simpel yah? Memang. Dan aku suka Teh kotak karena aku tadi inginnya menulis teh gelas tapi kok yah rasanya aneh. Makanya aku lebih suka menuliskan Teh Kotak. Semoga tidak makin aneh. Aamiin. *ApaSih

Namun Tuan, aku ingin tahu apa minuman kesukaanmu jadi aku bisa belajar membuatnya. Apakah segelas kopi hitam panas dengan sesendok gula dan dibuat di cangkir berukuran sedang yang akan kau minum sesaat sebelum kau ingin lembur ataupun menonton bola agar tidak mengantuk? Atau segelas coklat hangat tanpa gula tapi takaran coklat 3 sendok untuk cangkir berukuran kecil yang dihadiahkan oleh Ibuku kelak ketika kita pindah rumah? Atau mungkin Teh seperti ku? Akan lebih mudah membuatnya dalam satu ceret sedang, akan kita minum ketika pagi hari. Akan kusiapkan segelas Teh dan sepotong roti berselai srikaya atau sesekali dengan sepiring nasi goreng plus telor goreng. Pun sore, ketika kau baru pulang bekerja, akan ku sediakan segelas di atas meja kamar kita. Setelah kau mandi dan mengganti baju, kau bisa menikmatinya sembari menunggu adzan Sholat magrib, aku akan ada di belakangmu. Memijat punggungmu sambil mendengarkan cerita apa saja yang kau lakukan hari ini. Atau mungkin kau akan mengkomplen ku karena menyediakan Nasi goreng plus telor goreng tadi sehingga membuatmu mengantuk di pagi hari. Tapi Tuan, tenang saja. Jika teh, kopi atau coklat hangat terlalu mainstream untukmu, aku bisa membuatkanmu Sarabba. Minuman hangat khas kota kelahiranku. Atau kau lebih suka Nutrisari? Anget Sari sachetan? Marimas kelapa? Atau mungkin Pop Ice Coklat Biskuit? Ah, akan ku masukkan dalam list belanjaan bulan ini. Maka Tuan, apa minuman kesukaanmu?


Untuk Tuan yang ingin ku ketahui segala hal tentangmu, aku harap kita segera bertemu. Dan maafkan aku, karena aku tahu pertanyaanku lebih mirip pembantu baru. Aku sangat ingin berbincang-bincang. Semoga Tuhan mengabulkannya segera. Aamiin.

Suara Negara

Kau terduduk lesu di atas kursi bagus,
Yang direbutkan oleh orang – orang rakus.
Di bawahnya, kaki kursi ditegakkan oleh penjilat.
Oleh mahluk yang nantinya akan berkhianat.

Kau kenakan topeng dengan senyum manis,
Kemudian berlari depan jurnalis.
Meneriakkan janji manis, membawa artis yang erotis.
Sedang di rumah, sejak beberapa bulan lalu isi kulkas telah habis.

Dari Sungai Pinang sampai Bontang,
Semua laporan keuangan kau hidangkan.
Dari rupiah – rupiah yang kerontang.
Hingga pajak yang nihil dihitungkan.

Larilah negeriku. Selamatkan dirimu.
Berdoa yang banyak, kini setan sudah bertingkah.
Sadarlah negeriku. Tunjukan kuasamu.
Coblos yang layak, agar masa depan bisa cerah.

Tinggalkan sejarah untuk anak cucu,
Supaya kelak mereka masih bisa menyusu.
Pada Ibu negri yang memilih,
Untuk mengabaikan amplop putih.

Yang terselip dalam bilik berpenghuni.

Cerita Kecil

Masih dalam ingatan orang awam.
Kau ahli yang paling menawan.
Menebar fakta dalam kumpulan.
Berbaju bahan halus namun kusam.

Kadang mesin waktu bukan impian.
Untuk anak yang doraemon idolakan.
Dia lebih butuh pendamping dermawan,
Mau habiskan waktu sampai maut memisahkan.

Di mana batasnya hidup?
Bukan sampai nafas masih bisa dihirup.
Bukan sampai mata menutup.
Ada di dalam mimpi yang dipakaikan katup,
Menunggu dibuka, diraih, kemudian jangan sesal jadi meletup.

Apa kata luka?
Biarkan saja, lagian akhir cerita akan bahagia.
Meski tubuh dihinggapi cacing pita.
Karena berkubang dalam lumpur derita, karna penulis yang habis cerita.
Toh nanti semua juga sama.
Toh nanti semua juga lupa.

Bahwa cinta pernah di sana.