Minggu, 23 Februari 2014

Tuan


Selayang pandangku, Tuan.
Hanya ragu yang terhamparkan.

Sepanjang nafasku, Tuan.
Harap jadi acuan bertahan.

Seiring kataku, Tuan.
Himpitan doa minta dikabulkan.

Aku pecinta, Tuan.

Yang ingin bahagia dari kepala sampai kaki.
Yang ingin bercinta dan enggan untuk berhenti.
Yang ingin hidup jadi lupa untuk mati.

 Kemudian.

Tuan,
Pernah aku ingat bahwa aku mendambamu dengan terlalu. Kupinta kau dalam setiap doaku. Kusebut kau dalam semua harap di tiap hari jadiku.
Tuan,
Pernah aku menangis tanpa henti. Mataku sampai bengkak jadi pipi. Ah, hidungku juga memerah mirip babi. Aku merindumu dalam hati.
Tuan,
Sekarang aku di sini. Menunggu waktu mengantarkanmu padaku. Setelah berhias diri, aku mempersiapkan makan malam di atas meja jati.
Tuan,
Sekarang aku di sini. Aku tahu, tidak lama lagi kau akan mengetuk pintu rumah, memintaku pada Ayah, menjabat tangannya selagi bersumpah, lalu kita menandatangani buku nikah.

Maka Tuan,
Mari hidup bahagia!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar