Syair yang buru – buru dibuat oleh pecinta.
Meninggalkan rima dalam paragraf pertama.
Dengan sepatu makna, dia tetap menghentak di setiap dada.
Tidak ada yang lupa, ketika tada baca jadi pengatur masa.
Sang titik mencoba menunda, namun cerita sudah menjelma
dalam bahasa.
Syair yang lari – lari dipikiran pecinta.
Huruf yang dipuja perindu menjelma jadi dupa.
Wanginya sampai goyahkan rasa.
Menurutnya, selera beda – beda. Yang diharapkan sama hanya
rasa antara dirimu dan dirinya.
Boleh saja tidak bahagia di akhir cerita, asal tanda baca
yang ada di sana adalah koma.
Syair yang diam – diam tidak digubah pecinta.
Sampai ini dibaca, akhir cerita tiada yang sangka.
Bisa saja bahagia,
Bisa saja tetap terluka.
Tapi yang pasti, syair yang dibikin pecinta adalah bukti
nyata Tuhan pemberi segala.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar