Jumat, 26 September 2014 masih
sama seperti hari – hari sebelumnya. Biasa saja. Televisi masih heboh dengan
prosesi Raffi – Gigi, pemerintah masih berusaha mengekang demokrasi, dan ada
klub bola yang sudah lama tidak menang akhirnya melakukan selebrasi.
Tapi, tidak untuk kota Samarinda.
Hari itu, semesta sedang tidak bersahabat. Tidak hanya dengan Peterpan yang
sudah bubar *sahabat peterpan keleus*, tetapi juga dengan cuaca di sekitar daerah
CKB Samarinda. Awan sampai berwarna abu-abu seperti warna bulu tikus parit.
Sedangkan angin berhembus kencang sekali, bahkan beberapa baliho calon kepala
daerah yang menjamin diri mereka tidak akan korupsi, ikut tumbang.
Akhirnya, semesta mencapai klimaks
pada jam 15.00 wita. Hujan turun dengan “deras bingits” seperti kata anak –
anak muda jaman sekarang. Gak cuma itu saja, dewa hujan ternyata juga mengajak
dewa angin dan dewa petir untuk ikut serta. Sore itu, bumi etam menjadi ramai
sekali.
Beberapa karyawan CKB Samarinda
sudah kalang kabut memikirkan bagaimana mereka menempuh perjalanan pulang, ada
yang memeriksa kesediaan jas hujan di jok motor, ada yang akhirnya memutuskan
pulang setelah hujan reda, dan ada juga yang minta dijemput mantan yang
kebetulan searah.
Tapi nampaknya, staff di
warehouse store 67 sama sekali tidak perduli dengan hal itu. Mereka tetap
bergumul di antara selving – selving, ada beberapa yang sedang mendorong troli,
beberapa lainnya bekerja sama baik dengan kardus dan isolasi sementara beberapa
lainnya terlihat memamerkan muka tegang di depan computer sambil berdiskusi.
Saya sebagai pemerhati dari ruang yang kebetulan bisa dengan jelas melihat
seluruh kegiatan mereka, mendadak mengingat slogan “ICEPAT”. Tidak, ini tidak sesederhana
yang para pembaca pikirkan.
Dari sini saya melihat, betapa
mereka sangat menjunjung tinggi Accountability atau tanggung jawab
yang mereka punya. Ketika beberapa orang lainnya sibuk memikirkan bagaimana
cara untuk pulang, mereka terlihat sangat tidak perduli. Yang ada dipikiran
mereka adalah bagaimana barang sampai ke customer tepat waktu. Dan itu
tergambar jelas dari keseriusan mereka bekerja.
Tidak lama kemudian, listrik
untuk bagian warehouse mati. Alhasil, alat penerangan merekapun terganggu.
Mendadak, seseorang di samping saya yang namanya ingin disamarkan sebagai
Bandi, menelepon dan “Pak Edy, tolong cek ruang panel untuk listrik di
warehouse yah. Soalnya lampu mereka mendadak mati. Terima kasih, Pak.” Teamwork.
Bahkan, sebelum diminta langsung oleh bagian Warehouse, bagian GA sudah lebih
dulu mengkonfirmasi dan mencoba mencari tahu kerusakan yang terjadi.
Saya sempat menoleh ke dalam warehouse
ketika lampu mereka padam. Penerangan mereka hanya dibantu cahaya dari luar
yang melewati sekat – sekat pintu dan dinding bangunan. Otomatis, safety vest
mereka memancarkan sinar. Dan mendadak, kegantengan mereka meningkat 100% tanpa
perlu sholat jum’at dulu. Safety vest mereka yang bersinar, namun muka mereka yang
bercahaya. Halah. Keseriusan dan kefokusan mereka menyelesaikan pekerjaan
mengingatkan kita pada salah satu core value CKB yaitu Excellence. Bahwa
keterbatasan, yang dalam hal ini ada di point penerangan tidak menyurutkan niat
mereka untuk menjadi unggul.
Selang 10 menit, lampu di warehouse kembali menyala.
Tidak ada ekspresi kegembiraan ataupun lega di wajah mereka. Yang ada hanya
kefokusan mereka menjadi semakin matang, menjadi semakin serius. Tangan, kaki,
badan serta pikiran mereka ikut bekerja. Menjadikan tujuan menyatu, yaitu
pengembangan secara berkelanjutan. Continuous development tentu tidak
bisa dilihat dari satu aspek dan satu tindakan saja melainkan sikap yang
kontinyu atau berkelanjutan. Dan menjaga kinerja tanpa menjadikan faktor
kekurangan sebagai alasan untuk berhenti. Luar biasa sekali untuk warehouse
store 67. *standing applause
Akhirnya jam pulang kantor pun
tiba. Saya beranjak dari tempat saya, mencoba menyusun ceceran kertas – kertas pekerjaan
di atas meja. Bersiap untuk pulang, namun saya sempatkan kembali menegok
warehouse, ternyata tidak satupun dari mereka yang terlihat sedang bersiap –
siap untuk pulang. Saya mendadak malu pada semut merah, pada rumput yang
bergoyang dan pada sikap integritas mereka yang sangat kental seperti susu kaleng
cap bendera. Saya urungkan niat saya untuk pulang dan melanjutkan kegiatan saya
memerhatikan manusia – manusia agung yang ada di warehouse.
Saya yakin, mereka pasti tidak
menyadari bahwa hari ini mereka telah menunjukkan kepada saya apa yang dimaksud
dengan “Integrity”. Seperti potongan artikel yang ada di postingan
portal CKB yang meraih komentar terbanyak yaitu “Integritas merupakan
kekonsistenan seseorang dalam berkomitmen pada nilai-nilai positif dan
prinsip-prinsip yang telah dipegang dan disepakatinya.”. Mereka benar – benar
menunjukkan kepada saya (yang saya harap bisa juga ditunjukkan kepada para
pembaca) bahwa integritas lahir dari sikap jujur, rendah hati, dan
menginspirasi orang sekitar dengan kekonsistensian mereka menerapkan nilai positif
tersebut.
Akhirnya, semesta berhenti
mengamuk dipukul 17.45 wita. Seperti sudah berdamai, dewa hujan, dewa angin dan
dewa petir memutuskan untuk ’’pelan –pelan saja” seperti lagu band yang bernama
Kotak. Dewa hujan menurunkan rintik
kecil – kecil dengan anggun sedangkan dewa angin memutuskan meniupkan udara
dingin secara lembut yang membuat saya jadi kangen kehangatan selimut. Dan
pacar. Yang kebetulan sudah jadi pacar orang lain. Halah. Sementara dewa petir
mungkin sedang cuti.
Tepat pukul 17.55, para manusia –
manusia agung keluar dari warehouse tanpa menunjukkan mimik bahwa mereka baru
saja berjuang meningkatkan core values dari dalam diri mereka masing – masing.
Satu persatu, mereka mulai menuju parkiran dan memanaskan mesin motor. Di
parkiran, ada yang dijemput, ada yang ngarep diantar pulang, ada yang pengen
pulang bareng tapi gak berani ngajak, ada juga yang gak tau mau ngapain. Ok,
maaf ternyata itu hanya bungkus kosong bekas chiki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar