Jumat, 07 November 2014

Untuk lelaki lima waktuku


Untuk lelaki lima waktuku..
Pagi yang terlalu awal waktu itu. Kutengok jam digital di handphone model lama milikku. Jam tiga lewat dua puluh. Kupaksa mataku membuka sempurna. Kukerahkan tenaga untuk membuat tubuhku yang berat ini agar bisa berdiri melangkah menuju pintu kamar dengan hati – hati. Aku  takut membangunkan adikku, yang aku rasa baru saja tertidur dua jam lalu. Aku bisa menebak dari wajah cantiknya sebagian terlihat tertumpuk oleh buku – buku.
Kuputar keran air setengah lingkaran, kemudian membaca niat “Nawaitu lillahi ta’ala” dan mulai membasuh tangan dan berakhir di kaki kiri dan kanan.
Kubentangkan sajadah coklat seperti warna batik yang kerap kau gunakan ke kantor di hari Jum’at. Kulafadzkan niatku, takbirku dan Al - fatihahku. Aku tenggelam dalam rapal doa memuja Sang Kuasa. Tenggelam dalam sujud tahajjud delapan rakaat berdoa ke Sang Pencipta. Kupinta namamu dalam doa. Jika jodohku kamu, semoga dimudahkan. Jika jodohku kamu semoga segera dipersatukan. Setiap langkah yang aku lakukan, kuharap kau adalah tujuan.
Aku menunggu adzan subuh sambil mengenggam tasbih dari kayu pulka yang berukuran seperti bola hitam matamu. Mata indah yang selalu aku agungkan pencipta-Nya. Mata indah yang diam – diam selalu kucuri pandang. Mata indah yang membuatku jatuh. Mata indah yang kuinginkan bisa memandangku tanpa perlu merasa malu.
Subuhku berlalu. Dua rakaat yang penuh khidmat. Di akhir tahiyat, “semoga hari ini kita diberkahi”, “kita dimurahkan rejeki”, tentu jadi doa yang kupanjat. Kemudian aku bersiap, memulai hari dengan kau orang yang pertama yang ingin aku lihat.
Tadi pagi, kau hanya lewat. Tidak menyapa ataupun mengajak bicara. Sudah biasa. Aku juga perempuan yang selalu saja membuang muka ketika kita bertemu mata. Rasanya tak pantas, aku takut terlalu jauh. Terlalu jatuh. Ah, biarlah. Akan kupinta lagi kau dalam dhuhurku.
Kubuka hijab penutup aurat di ruang wudhu kantor kita, mengucap niat dan menjalankan syariat. Kupercepat langkah kaki pendek milikku, mengejar shaft yang kuharap kau imamkan. Langkahku terhenti, ketika melihatmu di kursi depan musholla memasang kaos kaki. Seperti sudah ingin pergi. Ah, harusnya tadi aku tidak perlu merapikan riasanku. Membuang waktu.
Aku bertakbir, melipat kedua tangan, dan tenggelam lagi dalam ingatan. Tenggelam dalam pujian dan dalam doa yang tak berkesudahan. Kututup empat rakaat siangku dengan salam. Bertasbih dan bershalawat panjang, menangkupkan kedua tangan dan mohonkan agar kita disehatkan. Mohonkan agar kita disempurnakan dalam satu ikatan.
Kulewati jam – jam singkat sambil sesekali melihat dalam ruangan kerjamu yang tak bersekat. Menontonmu bekerja begitu keras hanya bisa membuatku berdecak. Kagum. Kau begitu fokus, begitu serius sampai kurasa kau lupa untuk bernafas. Aku tentu saja sering iri pada komputer yang selalu kau beri perhatian lebih. Haha.
Tidak lama, asharku menyapa. Kuulang adegan dalam ruang wudhu kantor kita. Kupercepat lagi langkahku sambil harap – harap cemas apakah kau sudah di musholla. Tak ada.  Tapi tak apa. Aku bisa mengulang doa yang sama untuk kau yang di sana bahkan sampai dikali sejuta.
Waktunya untuk pulang. Kurapikan semua barang – barang di atas meja kerja yang sebagian besar kupakai untuk melamunkanmu. Ssst.. Jangan sampai ketahuan bosku. Haha. Kurapikan lagi hijab, rok dan sepatuku. Paling tidak, aku berharap bertemu denganmu di ujung hariku. Dan yak, kulihat kau melangkah cepat sambil tersenyum hangat kepada teman – teman di depan pagar kantor yang berkarat. Aku harap, kelak senyum itu pula yang kau tunjukkan kepadaku ketika kau pulang bekerja, di rumah kita.
Aku baru selesai mandi ketika adzan magrib tengah terjadi. Kugelar kembali sajadah coklat dalam jamaah yang diimamkan ayah. Tepat di sebelah sajadah abu – abu milik ibu. Aku hilang dalam lantunan merdu bacaan ayah, aku hilang dalam puja – puji kepada Sang Esa. Tiga rakaatku selesai. Salam kanan dan kiri kemudian sunnah ba’diyah kujalani. Kembali, kuangkat dua tangan memohon agar kau jadi pemilik hati, jadi seorang suami di keluarga kita yang dirahmadti.
Kukecup kedua tangan ibu dan ayahku, dan memohon restu agar hari ini diampuni dosaku, diberkahi langkahku dan didekatkan jodohku. Yang kuharap itu kamu.
Kutunggu isyaku sambil membaca Al – Qur’an. Memahami semua perintah-Nya serta larangan. Sambil memikirkan, akan seperti apa anak kita kelak ketika Al - Qur’an diajarkan. Ah. Yaa Tuhan. Aku mohon kabulkan. Kututup hariku dalam empat rakaat syahdu. Memuja pencipta atas hari yang begitu megah, atas anugerah yang tak sudah – sudah. Kututup hariku meminta agar kau dan aku jadi kita. Kau dan aku yang namanya tertulis dalam Lauhul Mahfudz-Nya.
Untuk lelaki lima waktuku, karena-Nya aku mencintaimu. Dan hanya kepada-Nya aku mampu memohon agar kita segera bersatu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar