Mas Dimas, salam kenal. Saya Icha
salah satu dari dua puluh enam ribu followersmu. *salaman*
Mas Dimas, terima kasih yang
banyak sekali saya untuk Mas karena sudah menjadi tukang pos baik hati yang
meluangkan waktu untuk membaca surat – surat yang terkadang cuma curhat. Semoga
kamu sehat adalah salah satu doa saya setelah sholat. Mas Dimas, saya selalu
kagum padamu. Tidak hanya tweet-tweetmu namun juga dari isi blogmu. Kamu itu
seni, Mas. Bahkan kata “Selokan” saja bisa jadi puisi. Apalah saya ini? Dibanding
kamu saya hanya butiran wijen di onde – onde. Kamu tahu, Mas? Wijen di onde –
onde itu selalu ada di luar kulit namun tidak pernah disebut dalam pujian rasa.
Yang mereka hanya selalu bilang adalah “Onde – ondenya enak. Kacang hijaunya
manis.” Atau “Onde – ondenya enak. Adonannya pas.” Gak ada yang pernah memuji
seperti “Onde – ondenya enak. Wijennya bagus (?)” Mas, saya gak paham kenapa
saya ngomongin onde – onde sampai sepanjang ini, saya mungkin hanya mengulur
waktu untuk mendapat perhatianmu. Maafkan surat yang menyita waktumu ini, Mas. Gathering
nanti saya sudah pasti tidak bisa datang. Namun saya berdoa semoga kita dua –
duanya berumur panjang agar bisa ketemu di surat akan datang, dalam sebuah
perjalanan, atau bisa saja kamu jodoh saya yang masih di tangan Tuhan. Duh,
maafkan.
Mas Dimas, sudah dulu. Surat
berikutnya sudah menunggu. Sehat dan bahagialah dalam waktu yang lama.
Tertanda,
Icha yang seumuran sama kamu.
Sabarlah, Tuhan pasti memberikan yang terbaik :)
BalasHapus