Teruntuk keduaku:
Semua cinta untuk kamu sudah saya
ungkapkan melalui kata, mata serta doa. Apa yang terlewat? Sudah pernah melalui
pesan singkat, surat – surat bahkan kecupan hangat hingga yang hebat. Untukmu,
cinta tak pernah habis. Meski saya terkadang menangis dari tingkahmu yang egois
tapi rasa itu tak pernah terkikis. Bahkan tidak setelah saya mengucap janji
setia bersama seorang lain kamu. Pertamaku. Mereka pernah bilang kita
pernghianat. Padahal kita hanya dua orang yang hatinya sama – sama terikat. Perkara
bertemu, kenapa mereka tidak salahkan waktu?
Keduaku, bukan saya tidak lagi
mencinta. Maafkan saya yang tidak bisa membantah orang tua. Maafkan saya yang
menuruti kata mereka untuk menikah dengan dia. Maafkan saya untuk janji – janji
yang tidak saya tepati. Keduaku, pilihan saat itu sulit sekali. Saya disuruh
berbakti atau angkat kaki dari rumah dan pergi.
Demi cinta yang hidup sampai
akhir masa, kamu adalah jiwa yang saya harapkan akan dipertemukan lagi di
Surga. Dengan restu sang Esa, tentu saja bisa. Kita tidak kekal di dunia, namun
tak apa. Untukmu saya bisa menunda bahagia sampai akhir dunia.
…
…
Keduaku, maaf. Saya tidak dapat
memilih kata yang tepat untuk mengakhiri kalimat. Biarlah kaki surat yang
menjadi isyarat.
…
…
Salam,
Wanita yang dalam bahaya
mengingkari janjinya karena sudah berbahagia dengan yang pertama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar